Oleh :
Supriyanto R Senen
Aktivis HMI Cabang Yogyakarta Raya
“Tarate sio Tarate
Tarate ruru masaya roriha
Tarnate sio Tarnate
Tarnate ri’uwa doka sosira”
Tarate ruru masaya roriha
Tarnate sio Tarnate
Tarnate ri’uwa doka sosira”
Artinya :
“Taratai wahai Taratai
Tarate hanyut kembangnya merah
Tarnate wahai Tarnate
Ternate tidak seperti dahulu”
Tarate hanyut kembangnya merah
Tarnate wahai Tarnate
Ternate tidak seperti dahulu”
Pantun (Sastra lisan orang Ternate)
KADATONG adalah sebutan untuk tempat sultan yang berada Moluku kie
raha (Maluku utara), salah satu diantaranya berada di kota Ternate, yaitu
kadatong kesultanan Ternate. Kesultanan ternate sendiri merupakan instrumen
kebudayaan atau lembaga adat yang berjalan sesuai dengan syariat Islam,
kesesuaian tersebut dapat di lihat dari kalimat “Adat ma toto Agama, Agama ma toto Kitabbullah se Hadist Rasullah, ma
toto se Jou Allah Ta’ala” (Adat bersandarkan pada Agama, Agama bersandarkan
pada Al-quran dan hadist Rasulullah, serta bersandarkan kepada Allah SWT).
Kadatong
kesultanan Ternate terletak di pesisir pantai pulau Ternate, sebelah utara
pusat kota. Kadatong kesultanan Ternate sendiri pun di pimpin oleh seorang
sultan atau Jo’Ou Kolano (sebutan
untuk seorang sultan di Ternate) sebagai figur utama yang paling disantun serta
sangat dihormati oleh seluruh rakyat Maluku utara pada umumnya, Ternate pada
khususnya. Kesultanan Ternate pun memiliki fungsi operasional, dalam hal ini
struktural atau sistem ketataan negara dalam kesultanan, diantaranya ialah : Komisi Ngaruha (dewan pertimbangan
agung), Bobato Ma Dopolo (suatu dewan
pembantu sultan) anggotanya terdiri dari : Jogugu
(perdana menteri), Kapita Lau (menteri
pertahanan), Hukum Soa Sio (menteri
dalam negeri), Hukum Sangaji (menteri
luar negeri), serta Tuli Lamo (menteri
sekretaris negara). Adapun dewan legislatif yaitu dewan delapan belas atau Komisi Nyagimoi se Tufkange sebagai
lembaga penetapan hukum adat. Ini hanya sebagian struktur, masih banyak lagi
struktur di dalam kadatong kesultanan Ternate yang penulis belum sempat
memaparkan satu persatu. Sistem ketatanegaraan sudah ada berabad-abad tahun
lalu ketika berdirinya kesultanan, bahkan sebelum Negara Kesatuan Republik
Indonesia memiliki sistem ketatanegaraan. Namum, semenjak kedatangan seorang perempuan
(Nita Budi Susanti) notabenenya adalah istri dari yang mulia Sri Sultan Ternate
ke-48, sekaligus menjadi permaisuri atau boki (sebutan untuk permaisuri di
kesultanan Ternate) pada awal tahun 2000, perlahan-lahan mulai membuat pergeseran
secara drastis dan keluar jauh dari nilai-nilai hukum adat serta syariat Islam
yang berlaku di dalam kesultanan Ternate.
Nita
Budi Susanti bukan saja sebagai permaisuri, tetapi pada tahun 2009 di
percayakan oleh rakyat Maluku utara sebagai Anggota Dewan Perwakilan Rakyat
(DPR RI) fraksi partai Demokrat dalam
satu periode 2009-2014. Tetapi pada tahun 2014 Nita Budi Susanti kembali
mencalonkan dirinya sebagai Anggota DPR RI tetapi kali ini dia tak lagi di
percayakan oleh rakyat Maluku utara sehingga iming-imingnya untuk menjadi
anggota DPR RI tak kesampaian. Bertepatan pada tahun 2009. Nah, disini penulis
coba mengungkapkan beberapa fakta terjadinya penggeseran nilai adat kesultanan
Ternate. Pada Ramadhan 2009 ketika kesultanan Ternate melakukan ritual secara
kebudayaan yaitu Jo’Ou Kolano Uci Sabea
(sultan turun sembayang). Pada saat Jo’Ou
Kolano Uci Sabea, Jo’Ou Kolano akan di tandu oleh Bala (sebutan untuk rakyat oleh orang ternate) dari Kadatong
kesultanan ternate menuju Sigi Lamo (mesjid kesultanan ternate).
Pada saat Jo’Ou Kolano tandu, ini
merupakan sebuah kecintaan rakyat terhadap pemimpinnya (sultan) yang sudah di
mulai semenjak tahun 1257 sampai sekarang. Pergeseran nilai-nilai adat se
atoran ini terjadi ketika Nita Budi Susanti ingin melakukan hal yang sama saat
ritual Jo’Ou Kolano Uci Sabea, Nita
pun ingin di tandu oleh bala untuk melakukan ritual adat tersebut. Semenjak
kurang lebih 500 tahun berdirinya kesultanan, yang dapat di tandu hanyalah
Kolano bukan seorang permaisuri (Nita Budi Susanti), ini di atur dalam hukum adat kesultanan
Ternate.
Pada
tahun 2013 bertepan dengan tanggal 26 september kesultanan Ternate dihebohkan
oleh kedatangan dua bayi kembar berjenis kelamin laki-laki yang konon katanya
dilahirkan secara gaib di Semarang Jawa tengah pada 28 juli 2013 oleh Nita Budi
Susanti. Kedatangan kedua bayi kembar ini dengan maksud untuk melakukan
penobatan pewaris tahta kesultanan Ternate. Kedua pewaris tahta ialah Ali
Muhammad Tajul Mulk Putra Mudaffar Syah di nobatkan sebagai sultan Ternate
ke-49 menggantikan yang mulia Sri sultan Mudaffar Syah dan mendapatkan gelar
sebagai Kolano Ma Doru. Sedangkang
adik kembarnya Gajah Mada Satria Nagara Putra Mudaffar dan di nobatkan sebagai
sultan muda. Penobatan tersebut mengundang penolakan keras oleh keluarga
kesultanan Ternate dan beberapa anak kandung dari yang mulia sultan Ternate.
Keluarga menuding Nita telah melakukan pembohongan besar terhadap masyarakat
adat kesultanan Ternate serta melanggar adat istiadat yang berlaku di
kesultanan Ternate dengan cara melakukan hamil gaib bahkan keluarga meminta
agar Nita Budi Susanti segera untuk melakukan tes DNA sebagai pembuktian
kebenaran bahwa bayi kembar tersebut adalah benar-benar hasil dari perkawinan Nita dengan sultan, tetapi
permintaan tersebut di tolak tanpa alasan oleh Nita Budi Susanti.
Mekanisme pengangkatan sultan Ternate di
kesultanan Ternate memiliki ciri khas tersendiri dan kesultanan Ternate tidak
mengenal namanya Putra Mahkota, tidak seperti kesultanan-kesultanan yang berada
di Jawa. Bahkan menurut salah satu Mufti
kesultanan Ternate (Habib Abu Bakar Al-Attas) Nita Budi Susanti telah
mengkufurkan masyarakat adat kesultanan Ternate dengan pernyataan hamil
gaibnya. Bahkan jika ada pejabat atau pun kerabat serta keluarga kesultanan
Ternate yang bertolak belakang dengan Nita maka akan di pecat dan singkirkan
dari lingkaran kesultanan Ternate oleh Nita sendiri. Sedangkan dalam struktur
kesultanan Ternate permaisuri tidak masuk dalam struktur tersebut. Yang dapat
mengambil ahli kekosongan jabatan Sultan ketika sultan lagi manggat atau
berhalangan ialah komisi ngaruha dan bobato nyagimoi se tufkange.
Pada
tanggal 17 november 2014, ketika keluarga sultan yang berdomisili di Jakarta
mendengar kabar bahwa yang mulia Sri sultan Ternate sedang sakit dan menjalani
perawatan di kediaman beliau (perumahan vila cinere mas Jakarta Selatan). Mendengar
kabar tersebut, keluarga sultan langsung menuju ke kediaman sultan. Keluarga
yang di wakili oleh kaka kandung dari sultan Ternate Mudaffar Sjah yaitu Ou Ta
sapaan dari Syarifuddin Bin Iskandar Muhammad Djabir Sjah, langsung tiba
dikediaman sultan sekitar pukul 23:00 WIB. Ketika tiba dikediaman, Ou Ta pun
melangkahkan kaki untuk masuk ke dalam kediaman sultan dengan niat yang baik
untuk menjenguk adiknya (Sultan Ternate), tetapi saat Ou Ta berada di dalam
kediaman belum sempat melihat kondisi sultan, Ou Ta sudah di sambut suara yang
keras pengusiran, bahkan Ou Ta didorong agar segera keluar dari kediaman sultan
oleh Nita Budi Susanti. Ini merupakan tindakan tidak bermoral serta tidak
manusiawi yang di lakukan oleh Nita Budi Susanti terhadap Ou Ta. Enam hari
setelah kejadian tersebut, masyarakat ternate dan keluarga sultan yang
berdomisili di Jakarta berinisiatif agar segara mengambil langkah untuk
menjemput sultan agar segera mendapatkan perawatan medis secara intensif di
Rumah sakit.
Minggu
23 november 2014 masyarakat Ternate dan keluarga sultan yang berdomisili di Jakarta
tiba di kediaman sultan (vila cinere mas Jakarta selatan) dengan maksud dan
tujuan untuk menjemput sultan yang sementara sakit keras agar segera
mendapatkan perawatan secara medis di rumah sakit. Tetapi ketika sampai di
kediaman sultan, masyarakat Ternate dan keluarga sultan yang berdomisili di
Jakarta tidak di ijinkan masuk dan di usir keluar oleh Nita dengan alasan
sultan tidak sakit hanya demam biasa. Sempat terjadi adu mulut di antara
keluarga sultan dan Nita. Adu mulut terjadi pun selama kurang lebih tiga jam. Setelah
itu keluarga dan masyarakat Ternate yang berdomisili di Jakarta pun berhasil
masuk dan mendapatkan sultan yang terbaring lemah serta tak sadarkan diri
didalam kamar. Sedih dan cucuran air mata pun keluar karena tak tega melihat
kondisi sultan saat itu. Mereka pun segera mengambil ambulance dan mengeluarkan
sultan agar segera dibawa ke rumah sakit. Ketika tiba di rumah sakit puri
cinere mas dan mendapat perawatan medis secara insentif. Dari rumah sakit puri
sultan pun mendapat rujukan oleh dokter agar sultan mendapatkan perawatan di
rumah sakit pondok indah Jakarta Selatan.
Selama
14 hari mendapatkan perawatan di rumah sakit pondok indah Jakarta selatan,
sultan di kembalikan di Ternate dan mendapatkan perawatan rawat jalan di
Kadatong ici (kadatong kecil) kelurahan soa sio. Beberapa hari sultan berada di
kadatong ici keluarga pun langsung memindahkan sultan ke kadaton kesultanan
Ternate. Tetapi ketika berada hari di kadatong kesultanan Ternate kesehatan
sultan mulai menurun sehingga sultan harus mendapatkan perawatan lebih serius
di Jakarta. Kamis, 8 januari 2015 dengan mobil ambulance sultan akan dibawa
dari kadatong kesultanan Ternate menuju Bandara Babbullah, tetapi mobil
ambulance yang akan mengantarkan sultan menuju bandara dihadang oleh sebagian
masyarakat adat, hal ini diketuai oleh Mohdar Mustafa dan Nita Budi Susanti
yang pada saat itu baru tiba dari Jakarta dihalaman pondopo kesultanan Ternate.
Anehnya lagi Nita pada saat itu di kawal ketat oleh anggota TNI dan Polri
dengan persenjataan lengkap. Sehingga sultan pun batal diberangkatkan ke
Jakarta. Sebenarnya ada keterlibatan apa TNI – Polri dengan Nita yang ikut
mencampuri persoalan interen dalam kesultanan? Sehingga Nita Budi Susanti
mendapatkan pengawalan khusus oleh TNI – Polri. Sedangkan kesultanan Ternate
sendiri juga memiliki prajurit kesulatan yaitu Baru-Baru kesultanan Ternate
yang di pimpim Fanyira dan Kapita dari masing-masing Soa (kampung). Dari serangkaian cerita
di atas, ini menggambarkan bahwa Nita Budi Susanti ingin mengambil alih
kekuasaan kesultanan, jika kekuasaan kesultanan telah berada di tangan Nita
Budi Susanti, maka segala hak yang menyangkut dengan harta warisan akan dikuasainya
oleh Nita secara keseluruhan demi kepentingan pribadi dan melepas adat se
atoran yang berlaku.
Jangan
karena hanya tahta dan harta kalian ingin menjadi penjilat di negeri sendiri. Disini
penulis ingin mengajak seluruh masyarakat Ternate agar selalu bersatu hati dan
menolak dengan keras segala upaya atau tindakan di luar dari syariat agama
serta tidak sesuai dengan nilai adat se atoran yang telah di tinggalkan oleh
para leluhur di Jazirah Al-Mulk. Katakan salah jika itu salah dan katakanlah
benar jika itu benar. Hanya dengan cinta dan kasih sayanglah yang dapat
menyatukan kita. Semoga yang mulia sri sultan Ternate segara sembuh dan
diberikan kesehatan yang baik oleh Allah SWT. Sukur dofu-dofu. []
